Nama : Mitha Soviani Putri
Kelas : 2SA04
NPM : 18611708
Tugas blog: Rangkuman Materi
Judul: Etika Bisnis dan Kewirausahaan
Pokok Bahasan :
1.
ETIKA BISNIS
Etika Bisnis adalah Etika yang berlaku di
dunia bisnis. Etika bisnis adalah studi tentang aspek- aspek moral dari
kegiatan ekonomi dan bisnis.Pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi 3
:• Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek- aspek moral dari sistem
ekonomi secara keseluruhan.• Secara meso: etika bisnis mempelajari masalah-
masalah etis di bidang organisasi• Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada
hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Etika bisnis merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi,
dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana
standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang diguna kan
masyarakat modern untuk memproduksi
2.
6 TINGKATAN MEMBANGUN MORAL
A. Perkembangan Moral
Riset
psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika
dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang
salah, dan patuh untuk menghindari
hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara
bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada
pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian
manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan
secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya
atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan
kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap
orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri. Menurut ahli psikologi,
Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6
tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi
dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu
moral.
Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Level
satu : Tahap Prakonvensional
Pada
tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat
menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
- · Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada
tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh
kebaikan atau keburukan tindakan it u. Alasan anak untuk melakukan yang baik
adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang
lebih besar.
- · Tahap dua : Orientasi In strumen dan Relativitas
Pada
tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk
memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak
itu.
2) Level
dua : Tahap Konvensional
Pada
level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas
terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat
situasi dari sudut pandang orang lain, dari
perspektif kelompok sosialnya.
- · Tahap Tiga : Orientasi pada Kese suaian Interpersonal
Pada
tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat
sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya
sendiri dan pandangan orang lain.
- · Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
3) Level tiga : Tahap Postkonvensional,
Otonom, atau Berprinsip
Pada
tahap ini, seseorang tidak lagi s ecara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya.
Dia justru berusaha melihat si tuasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan
kepentingan orang lain.Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh
masyarakat dan mendefinisika n kembali dalam pengertian prinsip moral yang
dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi
secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas
adalah
yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
- · Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap
ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal
yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan
kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma
bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi
toleransi.
- · Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap
akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena
komprehensivitas, universalit as, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan
apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut
dan dia melihatnya sebagai criter ia untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan
moral yang lain.
3.
APLIKASI STANDAR MORAL
Moralitas
adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan
salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki
mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral,
dan nilai-nilai ya ng kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara
moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan
kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa
itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang
mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejuj
uran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.
Standar
moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh
kemasyarakatan seperti gereja, sekolah,
televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral :
1.
Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita
anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan
manusia.
2.
Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah
oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
3.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai
lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan
yang tidak memihak
5. Standar
moral diasosiasikan dengan emos i tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar
moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang
kita anggap mempunyai konsekuensi serius , didasarkan pada penalaran yang baik bukan
otoritas,melampaui kepentingan diri,didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak,
dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan
dengan emosi dan kosa kata tertentu.
4.
TANGGUNG JAWAB MORAL
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral
atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang
yaitu :
1.
Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan
yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas
efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu
dilakukan dengan bebas dan sadar.
2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihila ngkan (atau
dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
• Ketidak pastian
• Kesulitan
5. CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNI
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusaha an
yang pailit akhirnya memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun
dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan
sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap
hukum.
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidi kan
setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah
ini sama sekali tidak diinformasik an kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga
setelah diterima mau tidak mau me reka harus membayar. Disamping itu tidak ada
informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali
murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi
bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama gur u. Dalam kasus ini,
pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan me langgar prinsip transparansi
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus
mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais
dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu
me ngabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia
diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubunga n dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola
sendiri tidak memberikan surat ed aran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena
sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta
itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja
melakukan rekrutmen untuk tenaga baby
sitter. Dalam calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan
ikirim ke
negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjan jikan bahwa segala
biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi
berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut
langsung mendaftar dan mengeluarkan
biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B
tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah
melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon
TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di
Yogjakarta tidak memberikan surat ijin
membangun
rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan
milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya
membayar harga tanah sesuai ke sepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara
konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena
setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada
ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang
ini yang be lum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen
lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan
yang dikemukakan perusaha an itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua
konsumen tadi karena dua ora ng ini telah memprovokasi konsumen lainnya
untuk
melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan
property tersebut telah melanggar
prinsip kewajara n (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder
(konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat
kesepakatan dengan sebuah
perusahaan
kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak
pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepa da kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan
kontraktor melakukan penurunan kualitas
spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa
bulan kondisi bangunan sudah mengalami
kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak
perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah
melanggar prinsip kejujuran karena tidak
memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan
pengembang
•
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan
pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Be berapa minggu setelah jatuh
tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam
akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan
cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus
ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip
empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
SUMBER :
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar