Sabtu, 18 Mei 2013

ETIKA BISNIS dan KEWIRAUSAHAAN


Nama : Mitha Soviani Putri
Kelas : 2SA04
NPM : 18611708

Tugas blog: Rangkuman Materi
Judul: Etika Bisnis dan Kewirausahaan

Pokok Bahasan :

1.    ETIKA BISNIS
Etika Bisnis adalah Etika yang berlaku di dunia bisnis. Etika bisnis adalah studi tentang aspek- aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis.Pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi 3 :• Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek- aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan.• Secara meso: etika bisnis mempelajari masalah- masalah etis di bidang organisasi• Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis. Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang diguna kan masyarakat modern untuk memproduksi

2.   6 TINGKATAN MEMBANGUN MORAL

A. Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari  hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri. Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu
moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
  • · Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan it u. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
  • ·         Tahap dua : Orientasi In strumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari  perspektif kelompok sosialnya.
  • ·         Tahap Tiga : Orientasi pada Kese suaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya  sendiri dan pandangan orang lain.
  • ·         Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional ya ng lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat  sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
  
3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi s ecara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat si tuasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain.Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisika n kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi  secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas
adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
  • ·         Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
  • ·         Tahap Enam : Orientasi pada  Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam  pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalit as, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criter ia untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.



3.   APLIKASI STANDAR MORAL

Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai ya ng kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh  orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejuj uran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.
Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja,  sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
 Hakekat standar moral :
1.     Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan      secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2.    Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan  dewan         otoritatif tertentu.
3.    Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)   kepentingan diri.
         4.  Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak   memihak
         5.  Standar moral diasosiasikan dengan emos i tertentu dan kosa kata  tertentu.

Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius , didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas,melampaui kepentingan diri,didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.


4.   TANGGUNG JAWAB MORAL

Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
1.     Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihila ngkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
3.  Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
   
   Ketidak pastian
   Kesulitan




5.    CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNI

• Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum 
 Sebuah perusahaan X karena kondisi perusaha an yang pailit akhirnya memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
 Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidi kan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp  500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasik an kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau me reka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama gur u. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan me langgar prinsip transparansi

• Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
 Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu me ngabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubunga n dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat ed aran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
 Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan  rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan
ikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjan jikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung  mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa  dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
 Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai ke sepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh  adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang be lum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusaha an itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua ora ng ini telah memprovokasi konsumen lainnya
untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut  telah melanggar prinsip kewajara n (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
 Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan  spesifikasi bangunan kepa da kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor  melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami
kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan  telah melanggar  prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
 Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon  dari perusahaan. Be berapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.


SUMBER :   

SUMBER: